Rabu, 05 November 2008

Pengantar

LINGKAR(AN) KREATIVITAS PARA LUDENS

Salah satu karakter dasar manusia yang menarik adalah kemampuannya untuk bermain-main dan mengkonstruksi sebuah permainan sebagai ruang relaksasi otak, tubuh, dan jiwa. Bermain-main pun menjadi aktivitas keseharian yang fundamental dan kerap kali mendasari pembelajaran akan banyak hal dalam kehidupan ini.

Saat manusia kemudian bermain-main, berinteraksi dan bergembira pada tataran yang sejajar dengan kemampuannya mengolah, memahami serta merespon fenomena maka mengalirlah kreativitas yang alami, dewasa dan merangsang pemikiran kritis akan permasalahan-permasalahan disekitar kita..

Aspek tersebut nampak disadari sepenuhnya oleh kelompok (se)permainan Lingkar yang beranggotakan enam perupa alumnus FSR ISI Jogjakarta yaitu Sudarna Putra (Nano), Wayan Wirawan (Yancut), Gede Suanda (Sayur), Dewa Jodi Saputra (Jo), Putu Suardana (Vije), dan Kadek Suadnyana (Pektif); yang kesemuanya tampil all out dalam eksibisi Homo Luden ini.

Kehadiran mereka sebagai sebuah sekaa demen (terminologi dalam bahasa Bali yang merujuk pada asosiasi longgar yang terbentuk semata-mata karena rasa suka yang sama dan bukannya karena motif atau aspirasi “besar”) seni rupa tentu tidak hanya berikhtiar merayakan indahnya kebersamaan dan keberagaman, namun lebih sebagai proses kesenirupaan yang berpendar melingkar keluar dari pusaran sembari memberi indikasi tentang derasnya perlawanan mereka terhadap personal inertia; ketidakberdayaan menegasi bujukan dan padatnya rutinitas sosial yang wajib dipertanyakan dan direnungkan kembali.

Renungan kritis itu lanjut dipertegas dalam Homo Luden melalui sosok karya-karya tri-matra yang menstimulasi apresiasi seluruh indria. Ekspresi visual yang tertebar dan melebur dalam batasan ruang dan waktu membujuk kita untuk memusatkan perhatian lebih tajam terhadap keniscayaan the bigger picture dalam kehidupan. Ada nuansa yang menggelitik kalbu saat menyimak kegigihan para perupa muda Lingkar “bermain” dalam ranah eksplorasi ini.

Homo Luden pun tak hanya sekedar berkelakar dan bermain-main dalam merespon segala kegalauan yang entah mereka sadari maupun tidak. Ada pergulatan tematik yang menjembatani dunia tradisi dan moderen dalam bingkai continuity and change. Sebagai ilustrasi, ada keinginan untuk mempertanyakan posisi dan relevansi tekor daun pada dunia di mana pop-corn jauh lebih menarik dari bubuh, sekaligus ada upaya untuk menempatkan kedua hal itu dalam posisi yang saling melengkapi dan saling berinteraksi.

Homo Luden mengungkapkan kekhawatiran akan hilangnya tradisionalitas, dan sekaligus adanya pendar harapan bahwa the true modernity merupakan kesinambungan dan sekaligus gabungan masa lalu dan masa kini.

Karya-karya para Ludens ini juga mumpuni akibat polah mereka “memainkan” hal-hal yang berkarakter serius layaknya sebuah toy; mainan. Isu-isu seperti kemandirian, ketidakpuasan, capitalisme, konsumerisme, ketidakmampuan mengontrol ego pikiran, nabi-nabi palsu bermanifestasi pada karya-karya yang pastinya akan memicu sebuah dialog kritis antara para pencipta dengan para penikmatnya.

Eksibisi ini merupakan bukti nyata bahwa “bermain-main” dan “permainan” merupakan respon efektif terhadap sebuah dunia nyata rutinitas yang kian predictable, makin tertata serta kian teratur, sehingga cenderung menumpulkan kemampuan bernalar dan bertanya para penghuninya.

Mari larut dalam permainan para Ludens,

I Made Bandem

College of the Holy Cross

Worcester, MA 01610 USA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar